Powered By Blogger

Kamis, 30 April 2015

jadi dokter tapi tetap mendaki??? bisa aja...



Profesi dokter ataupun dokter gigi dan kegiatan mendaki gunung merupakan hal yang menyenangkan, karena sama-sama berinteraksi dengan banyak orang, membutuhkan kerjasama dengan orang lain dan saling membantu. Meskipun sama-sama berat, tetapi kalau dilakukan dengan senang hasilnya juga enjoy aja. Namun sebagian besar rekan dan teman sejawat menganggap hal tersebut sulit untuk diwujudkan, menjadi dokter/dokter gigi tetapi tetap mendaki gunung, apa iya??

Klo dibilang dokter dan dokter gigi merupakan profesi yang super sibuk, mulai dari kuliah sampai nanti waktu sudah kerja, menurutku nggak juga. Waktunya kuliah, ya kuliah aja. Waktu kerja ya kerja aja, asal waktu libur harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jangan sampe waktu libur tersita buat mikirin kuliah ataupun kerjaan yang gak slesai2. Klo masih ada tugas, tinggalin aja deh, naek gunung dulu biar fresh… :D

bersama drg.Ria dan drg.Ika (gn.semeru)


bersama Ulin (adek kelas FKG Unej)


Trus mendaki gunung kan berat? Emang bisa buat dokter?

Saya sih termotivasi dari pengalaman senior2, ada drg.Prapti Heryani, yang tetep bisa jalan2 dan naek gunung, bahkan keliling Indonesia. Ada juga dr.Agung Hadyono, yang bahkan bisa sampai luar negeri. Dibutuhkan niat yang kuat untuk sekedar meluangkan waktu jalan2 menikmati pemandangan di gunung. Naek gunung tidak melulu menjadi hobi yang berat. Naek gunung bisa untuk sekedar refreshing, menghilangkan kejenuhan dari pekerjaan dan bising kota, untuk olahraga dan mencari udara yang segar. Tinggal bagaimana kita mengelolanya, dibuat enjoy aja.

memancing di gunung rinjani


pemandangan dari gunung merbabu


pemandangan dari gunung kembar arjuna-welirang


pemandangan dari gunung merapi


suasana sabana di gunung argopuro


senja di gunung dempo


Dulu saya mendaki gunung juga karena ikut-ikutan, klo untuk istilah sekarang pendaki 5cm, pendaki alay, nubi, dsb ; sampai sekarang masih juga sih. Alat-alat cuma pinjam teman, pakai jaket seadanya, tenda juga numpang, ilmu juga seadanya. Namun dari hasil beberapa kali percobaan pendakian, dari situ saya bisa belajar, mendaki gunung tidak bisa hanya asal2an, harus ada persiapan, baik fisik, mental maupun peralatannya. jangan sampai kita menyusahkan orang lain karena kita tidak siap.
Hal positif yang bisa didapat dari mendaki gunung adalah punya banyak teman. Sudah pasti kita butuh bantuan orang lain, baik saat pendakian maupun hal lain. Nah temen pendaki biasanya lebih loyal, karena pernah merasakan susah dan senang bersama naek gunung. Biasanya hal tersebut terbawa sampai kita kembali ke kota, saling berkontak, bertukar informasi, dan tidak jarang yang ketemu jodoh dan akhirnya menikah..

badut gunung (kalimati - gn.semeru)


merayakan ultah - gn.argopuro


bersama temen2 dari gemapita dan vertex (unej), palamega dan avante (ugm)


meski mendaki, tetap menjaga kesebersihan gigi 
(sosialisasi dan sikat gigi bareng)


Beberapa teman mempunyai profesi bermacam-macam. Ada yang jadi guru, dosen, perawat, pedagang, polisi, tentara, dsb. Tetapi kalau sudah di gunung semua sama, gak ada yang istimewa, duduk sama tinggi, berdiri sama rendah, berjalan sama sempoyongan. Kesempatan bertemu dengan beberapa orang dengan latar belakang yang berbeda membuat wawasan kita menjadi luas, tidak hanya melulu gigi…gigi…mulut…mulut…

Kalau mau mendaki mulai dari mana dulu?
Mendaki memang menyenangkan, bagi yang bisa mempersiapkan dan mengelola perjalanannya, tetapi bisa menjadi fatal kalau persiapannya hanya asal-asalan. Takarannya dari kemampuan fisik sendiri. Kalau memang tidak punya banyak waktu untuk latihan, mulai dulu dari gunung-gunung yang tidak terlalu tinggi, atau sekedar berwisata di daerah pegunungan, seperti gunung bromo dan kawah ijen. Jika sudah merasa siap, baru ke gunung dengan level yang lebih tinggi, seperti gunung lawu, gunung merapi, gunung merbabu,dll. Saya sampai sekarang juga masih belajar, baru mencoba naik ke gunung-gunung dengan ketinggian 2000-3000 mdpl. Gunung lawu, yang notabene dekat dengan rumah, merupakan tempat bermain favorit. Jalurnya cukup jelas, jika dari cemoro sewu-Plaosan-Magetan sudah tertata jalur batu sampai menjelang puncak. Di atas juga ada warung favorit para pendaki, warung Mbok Yem. Sehingga pendakian menjadi menyenangkan dan tidak terlalu berat.

puncak hargo dumilah gn.lawu


warung mbok yem ; oyyib, putra kedua mbok yem


warung tertinggi


Untuk daerah Jawa Timur sendiri, beberapa gunung menjadi favorit untuk pendakian. Saya menyebutnya seven summit Jawa Timur, meniru dan merujuk dari adanya seven summit dunia dan seven summit Indonesia. 7 gunung tersebut yaitu:
1. gunung raung (sekitar Jember-Bondowoso-banyuwangi)
2. gunung Argopuro (sekitar Probolinggo dan Situbondo)
3. gunung semeru (sekitar Malang dan Lumajang)
4. gunung arjuna (sekitar Malang, Pasuruan)
5. gunung welirang (sekitar Malang, Pasuruan dan Mojokerto)
6. gunung wilis (sekitar Kediri dan Madiun)
7. gunung Lawu (perbatasan jawa Timur dan Jawa Tengah)

Gunung-gunung tersebut mempunyai keistimewaan masing-masing; Gunung Raung merupakan gunung dengan kawah terbesar di Jawa, gunung Argopuro merupakan gunung dengan trek terpanjang di Jawa, gunung semeru merupakan gunung tertinggi di Jawa, Gunung arjuna mempunyai jalur yang cukup banyak, gunung welirang menjadi tempat tambang belerang tertinggi di Jawa, Gunung wilis mempunyai banyak puncak dan gunung Lawu mempunyai warung tertinggi di Jawa. Gunung-gunung tersebut merupakan sapta pesona Jawa Timur, membujur dari barat ke timur berderetan. Kalau banyak orang berlomba2 untuk berwisata ke luar negeri, atau mendaki gunung salju yang ada di luar, saya sudah cukup senang bisa mendaki 7 gunung di Jawa timur ini. Karena keindahannya tidak kalah dibanding dengan yang lain.
seven summit jawa timur


Mendaki gunung tidak melulu hanya persoalan jalan kaki, bawa tas keril, naek sampai puncak, tetapi kita juga bisa mengembangkan hobi lain. Bagi yang suka fotografi tentunya pemandangan alam merupakan obyek yang bagus untuk melatih seni dan insting fotonya, mulai dari sunrise, sunset, bunga edelweiss, sabana, danau,dsb. Sedangkan untuk yang hobi memasak, di gunung merupakan kesempatan untuk belajar masak-memasak, meskipun dengan rasa yang tidak karuan, tetapi masakan tersebut merupakan wujud ekspresi diri. Sebagian orang yang di kota merasa malas memasak, di gunung bisa menjadi tertarik. Jadi kita tidak hanya sekedar jadi pendaki biasa, tetapi juga fotografer dan koki yang handal.

masak di gunung gede

makan bareng - gn.raung



Satu hobi, banyak manfaat….mari mendaki gunung….






kawah gunung raung


mahameru



Selasa, 21 April 2015

Putra Mahkota Return (Salak 1 - 2)

"alam merupakan sarana belajar yang terbaik, 
dan proses belajar baru akan berhenti ketika kita mati"


Salak 2 - Salak 1



dalam rangka menyambut putra mahkota cibadak yang kembali dari tempat semedinya, dan berduet dengan putra mahkota tanah baru


Jumat 17-04-2015
berangkat dari curug nangka sekitar jam 23.45
shoima setelah melewati sungai, agak naek sedikit sekitar jam 01.00, dengan membuat bivak dari flesit, karena cuma untuk sementara dan ketinggian 900 mdpl masih belum terlalu dingin


gambaran elevasi dari curug nangka ke tempat camp 1


Sabtu 18-04-2015
di sekitar tempat camp banyak sekali monyet, dan beberapa ada yang berusaha mendekat.
sarapan pagi ala kadarnya, dengan menu nasi goreng ala chef junaegie. dan berangkat lagi jam 06.45


penjual kopi, Dika


chef junaegi


jalan mulai nanjak


sampai pos 2 jam 8.15, ada sumber air dari aliran pipa, lumayan buat nambah amunisi

pos 2


ada penumpang gelap


 sampe pos 6 jam 11.15, tempat camp yang cukup luas dibanding yang lain

pos 6


cerukan air sebelum puncak bayangan


sampe pos 9 (puncak bayangan) jam 13.00. Shoima disini, sambil menikmati pemandangan

puncak bayangan (pos 9)


view dari pos 9


jalur longsor


 sampe puncak 2 jam 14.30, cuaca mendung tapi pemandangan sekitar masih sedikit terlihat

sampe di puncak 2


camp di puncak 2


dari curug nangka ke salak 2


dari camp 1 ke puncak salak 2


Minggu 19-04-2015
pemandangan pagi cukup bagus dari puncak 2, terlihat sedikit gunung gede pangrango, dan di depan terlihat jelas jalur sadel dan puncak 1


view puncak 1 dari puncak 2


berangkat dari puncak 2 jam 07.50 menuju ke arah sadel
baru turun sebentar sudah dihadapkan dengan turunan yang tajam, dengan bantuan webbing satu persatu tas diturunkan, baru kemudian orangnya menyusul.
di turunan ini sempat 2 kali pake webing untuk membantu turun, karena cukup tinggi dan sisi bawah langsung jurang

jalur turun ke sadel (tali 1)


view ketika turun, gede pangrango, bukit sadel dan beberapa puncak salak yang laen


bukit sadel, puncak salak 1 dan puncak lainnya


jalur turun ke sadel beberapa ada yang hilang, karena terkena pohon roboh, sehingga cukup lama disini untuk mencari jalur. semak2 juga menutup jalur sehingga kadang menjadi tidak jelas. setelah masuk hutan baru tanda2 dari pita dan rafia ditemukan lagi.
jalur sadel naek turun bukit, melewati beberapa bukit (2019 mdpl dan 2025 mdpl) dengan kiri jurang dalam dan kanan jurang dengan banyak pohon


jalur sadel


longsor di sisi kiri jalur


jalur hampir putus


jalur naek menuju puncak 1 lumayan tinggi, ada 2 titik yang menggunakan bantuan webing untuk naek

jalur naek puncak 1 (tali 4)


view puncak 2 dan gunung sumbul, dari tanjakan ke puncak 1



sadel dari salak 2 ke salak 1



gambaran elevasi sadel


sampe di puncak 1 jam 13.45
shoima disini. di puncak masih ada beberapa orang dan peziarah, tapi sudah sepi

puncak 1


foto keluarga


mulai jalan turun jam 14.30 lewat jalur cimelati

turun lewat jalur cimelati


pos 6


pos 3, ada sumber air dari pipa


sampai kebun


sampe aspal


sekitar kebun


gerbang masuk


jalur cimelati



gambaran elevasi jalur cimelati


sampe di Desa Pesawahan jam 18.15, mampir dulu ke warung es buah, baru ke cicurug (gang cimelati) dengan naek ojek


selamat tinggal hoperise, cukup 3x aja


rangkuman jalur